MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU
"Libur dulu minum vitaminnya, Mas. Soalnya, kalau minum itu, entah kenapa, badanku jadi sakit-sakit setiap bangun pagi." [10]
"Mas, kamu tidak kerja?" tanyaku, karena sudah dua hari aku melihat Mas Aldi berleha-leha di depan TV, tanpa pergi bekerja seperti biasanya.
"Aku sudah berhenti," jawabnya, yang berhasil membuat keningku berkerut mendengarnya.
"Paman Sugi mau memberikanku pekerjaan yang layak,"
"Kerja apa?"
"Sudah, jangan banyak bertanya, karena nanti kamu juga pasti akan tahu. Oh, ya, kamu sudah minum obat yang aku kasih?" tanyanya dengan mata melihatku.
"Sudah, Mas. Kemarin aku langsung meminumnya," jawabku, berbohong. Karena kloset yang menelan obat itu, bukan aku.
"Tapi, kenapa bisa datang lagi? Seharusnya sudah kering." Mas Aldi berkata dengan pandangan yang tampak mencurigaiku.
"Belum bereaksi mungkin, Mas. Nanti kamu beli lagi, biar aku minum lagi." jawabku dan membuat Mas Aldi mengangguk. Syukurlah dia percaya.
"Kamu siap-siap ya? Kita akan makan malam bersama Paman Sugi," ucapnya sambil meraih ponselnya diatas meja.
"Di mana rumahnya?"
"Nanti kamu juga tahu, sudahlah, siap-siap sana."
"Iya, aku siap-siap sekarang ya? Mau mandi dulu soalnya." Mas Aldi mengangguk, aku pun beranjak meninggalkannya yang sudah fokus berbalas pesan di ponselnya.
Bagaimana mau mencari tahu tentang obat itu? Sedangkan Mas Aldi tidak pernah jauh dari ponselnya.
_______
Hampir dua jam perjalanan menuju ke rumah adiknya Bapak mertua. Aku masih tidak ingat arah jalannya ke mana. Sebab, aku tidak pernah melewati jalan ini sebelumnya.
"Kamu jangan bersikap acuh ya? Bersikap baiklah kepada Paman Sugi, tanpa dia, kita tidak mungkin bepergian menggunakan mobil ini," ucap Mas Aldi sambil menyetir.
"Pamanmu orang kaya, ya, Mas?" tanyaku.
"Tentu saja, dia mempunyai restoran terbesar di daerah ini. Kamu lihat saja nanti," jawab Bapak mertua dari belakang.
Mobil yang dikendarai Mas Aldi berhenti di depan restoran, baru pertama kali aku melihat restoran sebesar ini, benar yang dikatakan Bapak mertua. Bahwa adiknya itu adalah orang kaya.
Tapi, suasananya tampak sepi, hanya beberapa orang yang duduk menikmati makanan dan minuman yang terhidang diatas meja.
"Ayo duduk, sini duduk, Amira." Paman Sugi menepuk kursi empuk yang ada di sampingnya. Aku menggeleng cepat dan membawa langkah menuju ke tempat Mas Aldi duduk.
"Amira, duduklah dengan Paman Sugi, kamu jangan membuatku malu," titah Mas Aldi dengan berbisik di telingaku.
"Aku tidak mau, Mas. Kamu kenapa? Aku ini istri kamu, bukan wanita yang tidak punya harga diri," balasku dengan berbisik pula.
"Kamu ini, cuma duduk, bukan melakukan apa-apa!" ucapnya marah. Lalu dia tersenyum ke arah Paman Sugi yang melihat ke arahku.
"Jadi, kapan rencana kalian ingin bulan madu ke puncak?" tanya Paman Sugi, aku heran mendengar pertanyaannya, kenapa Paman Sugi bisa tahu kalau kami akan berbulan madu ke puncak?
"Mungkin dua hari lagi, Amira ini kembali bocor!" Bapak mertua menyahut dengan tertawa. Aku hanya tersenyum kecut mendengarnya. Tidak seharusnya dia berkata seperti itu. Karena membuatku sangat malu.
"Wah, bikin sakit kepala itu, ha-ha-ha. Kalau Paman jadi kamu, mending jajan daripada nanggung!" ucap Paman Sugi.
'Ya ampun, sebejat itukah Paman Sugi ini?' batinku. Dari bicaranya saja sudah bisa menggambar sifatnya yang tidak baik.
Makanan tiba dan dihidangkan diatas meja, menu dengan segala macam masakan semuanya ada. Aku menyapu pandangan ke seluruh ruangan ini, namun tidak melihat keberadaan istrinya Paman Sugi.
"Oh, ya, dari tadi Amira tidak melihat ibunya Anton, memangnya tidak ikut makan?" tanyaku langsung.
"Paman sudah pisah sama ibunya Anton, maklum sudah tua, sudah tidak enak." jawaban dari Paman Sugi membuatku beristighfar di dalam hati.
Lalu Bapak mertua menyambut dengan perkataan kotor lainnya. Bukan hanya Bapak mertua tapi Mas Aldi juga begitu. Selera makanku langsung hilang mendengar pembicaraan mereka yang tidak lepas dari persoalan ranjang.
Ya ampun, kenapa Mas Aldi semakin berani dalam berucap kotor? Semakin ke sini, semakin terlihat sifat aslinya yang menjijikan.
_________
"Ini bagianmu, jarang-jarang kita mendapatkan uang tanpa mengeluarkan keringat."
Aku yang tengah mengisi air ke dalam botol minuman, mendengar pembicaraan Bapak mertua dengan Mas Aldi yang ada di ruang keluarga.
Kesempatan emas, saat keluar kamar tadi, aku melihat Mas Aldi mengisi daya baterai ponselnya di dalam kamar. Aku harus cepat bergerak untuk mencari tahu.
Aku melewati mereka dan masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya, biar aman dan lebih leluasa untuk memeriksa ponsel itu.
Tring!!!
Sebuah pesan kebetulan masuk, dan menyalakan layar ponsel Mas Aldi. Aku langsung mengambilnya dan duduk untuk melihat siapa yang sudah mengirimkan pesan.
[Aku mau servis yang memuaskan, jangan membuat aku kecewa, karena apa yang kalian mau sudah aku kabulkan semuanya. Setelah itu, wanita itu bukan milik kalian lagi.] pesan dari Paman Sugi, yang baru kulihat dari layar.
Kenapa Paman Sugi mengirimkan pesan seperti itu? Anehnya, kenapa bahasanya menggunakan kata 'Aku' padahal, saat bertemu langsung, Paman Sugi pasti menyebutnya 'Paman' saat berbicara dengan Mas Aldi. Ah! Ada apa ini? Dan wanita mana yang dia maksud? Apa wanita itu aku?
Aku ingin membuka ponsel Mas Aldi, untuk menuntaskan segala rasa penasaranku. Namun, ponselnya dikunci dengan pola yang tidak aku ketahui.
Pintu diketuk keras, membuat aku terlonjak kaget. Mas Aldi memang melarang aku untuk tidak menyentuh ponselnya. Aku bergerak cepat meletakkan ponselnya kembali keatas nakas. Lalu membukakan pintu kamar.
"Kenapa dikunci?" tanyanya, dengan memicingkan matanya melihatku seperti penuh curiga. Lalu dia masuk menuju ke arah ponselnya.
'Aduh, ponselnya lupa aku cas lagi! Aku pasti ketahuan sudah mengintip pesannya.' batinku cemas.
"Perasaan tadi dicas, hmm ... sepertinya aku lupa." Mas Aldi mengecas ponselnya kembali tanpa bertanya atau pun curiga padaku.
'Syukurlah.' batinku, aku pun menghela napas lega.
Sepertinya, memang ada yang tidak beres. Aku akan lebih berhati-hati lagi sekarang. Mas Aldi sudah tidak bisa dipercaya lagi.
"Amira, apa kamu menyayangi orang tuamu?" tanya Mas Aldi, kenapa tiba-tiba sekali dia menanyakan itu?
"Tentu saja, Mas. Aku sangat menyayangi mereka, Mas," jawabku.
"Seberapa sayangnya kamu kepada orang tuamu? Apa melebihi sayangnya kamu kepadaku?" tanyanya lagi. Tanpa melihat sedikit pun ke arahku. Dia sibuk menghitung uang dan merapikannya di dalam dompet.
"Kenapa bertanya seperti itu?"
"Jawablah! Tidak perlu balik bertanya yang membuatku muak mendengarnya!" Aku terkejut karena Mas Aldi bertanya dengan nada membentak.
"Aku lebih menyayangi orang tuaku," lirihku.
"Hmmm .... baiklah. Kalau orang tuamu berada dalam bahaya, apa yang akan kamu lakukan untuk menyelamatkan nyawa mereka?" tanyanya yang terdengar seperti sebuah ancaman bagiku. "Jawab! Jangan diam saja!" Aku kembali terkejut mendengar bentakannya.
"Aku ... aku akan melakukan apa pun untuk menolong kedua orang tuaku dari bahaya." Rasanya aku ingin menangis saat ini juga, karena sangat terkejut mendapatkan bentakannya.
Mas Aldi langsung berdiri dan berjalan ke arahku. Dia tersenyum miring sambil mengulurkan tangannya untuk mengusap pipiku.
"Baiklah, kalau begitu, jangan melakukan apa pun, supaya orang tuamu tetap berada dalam keselamatan, dan kamu tidak berada di dalam penyesalan."
"Apa maksudmu, Mas?"
"Tidak ada apa-apa, Sayang. Aku hanya meniru ucapan aktor tampan yang selalu kudengar di TV. Kamu takut? Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk membuatmu takut." Mas Aldi berkata dan langsung memelukku erat.
"Jujur, aku sangat takut, Mas. Jangan berkata seperti itu lagi, aku tidak mau mendengarnya." Setelah lama terdiam aku berucap dan membalas memeluknya.
Entah benar atau tidaknya. Aku merasakan kalau Mas Aldi sudah mengancamku.
Apa mungkin, Mas Aldi sudah tahu kalau aku sudah melihat ponselnya? Atau jangan-jangan ... Mas Aldi sudah menyadap WhatsApp milikku?
Ya, aku harus waspada dan lebih berhati-hati lagi sekarang. Mas Aldi sudah tidak bisa dipercaya lagi.
Judul di KBM App: MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU
Nama pena: anisah1797
0 Komentar