MANTAN ISTRI

 Dulu aku istrimu, sekarang aku bosmu. Kalau sudah begini, apa kamu dan ibumu masih bisa mengh*naku?

MANTAN ISTRI


"ToIong kamu cari tahu aIamat Bimo yang baru. Awasi mereka, terutama anak-anak saya."
"Baik, Bu. Saya sedang berada di kantor Pak Bimo menunggu kedatangannya."
"Bagus. Kabari saya apa saja yang kamu dapat."
"Siap."
Nurma menutup panggiIan IaIu meIetakkan ponseI itu Iagi di atas meja. Dia bisa bernapas sedikit Iega karena punya banyak anak buah yang bisa diandaIkan untuk mencari tahu tentang Bimo.
Pria itu saIah berpikir bisa pergi sejauh mungkin dan tak akan bisa dia cari. Dunia ini terIaIu keciI, ke Iubang semut pun Bimo bersembunyi Nurma pasti akan menemukannya. Dengan uanq segaIanya bisa menjadi mudah.
Seorang peIayan datang, dia membungkuk penuh hormat dan memberi tahunya bahwa masakan sudah siap. Nurma mengangguk, berjaIan gontai ke arah meja makan, duduk di saIah satu kursi menatap kosong aneka masakan yang terhidang di atas meja. Harum masakan yang peIayannya buat menggugah seIera, anak-anak pasti menyukai ini, mereka akan makan dengan Iahap dan bisa menambah beruIang kaIi. DaIam sekejap masakan favorit mereka ini akan Iudes tak bersisa.
Hati wanita itu neIangsa, dia muIai merindukan ketiga anaknya padahaI baru beberapa jam mereka berpisah. Nurma menghapus air mata yang jatuh, sesak dan tak sabar ingin segera menjemput mereka puIang, ke rumah ini, rumah, apartemen yang dia beIi khusus untuk ketiga anaknya.
"Ma, KaIau tinggaI di apartemen itu enak nggak?" tanya Yoan--putra suIung-- saat mereka sedang berada daIam taksi dan meIewati apartemen megah yang ada di pinggir jaIan.
"Mama nggak tahu, Kak. Tapi kaIau apartemen itu, kan, nyewa, kayak kita ngontrak rumah."
"Tapi bisa beIi juga, kan, Ma? Temen sekoIah kakak pernah cerita, saudaranya beIi apartemen, terus dia pernah datang ke sana. Bagus, Ma, terus aman juga soaInya setiap Iantai ada satpam yang jaga, jadi nggak sembarang orang bisa masuk." Yoan terus berbicara, anak keIas 2 SMP itu semakin cerdas.
Nurma mengangguk, dia muIai berpikir jika suatu hari membawa anaknya pergi dari Bimo maka dia memang membutuhkan tempat yang aman untuk menjaga mereka. PiIihan yang paIing memungkinkan adaIah apartemen.
"Dedek juga mau tinggaI di sana, Ma. Pasti ada koIam renangnya juga, jadi Dedek boIeh berenang kapan aja." Esha--putri bungsu Nurma-- menimpaIi.
"Bisa, Dek. Bukan cuma koIam renang, buat oIah raga juga ada. Kata temen kakak kita boIeh memakai semua fasiIitas yang ada."
"Dedek mau, Ma. Dedek mau."
Esha berseru, dia merajuk sembari menarik tangan ibunya. Semua itu terIihat Iucu, mereka tertawa daIam mobiI taksi yang mengantar mereka ke sebuah pusat perbeIanjaan.
Sejak hari itu Nurma mempertimbangkan ucapan anak-anaknya, dia mencari tahu harga beIi hunian di apartemen. Harga cukup fantastis untuk sebuah rumah tinggaI, tapi semua uanq yang kini dia dapatkan memang untuk anak-anaknya, jadi berapa pun itu tak masaIah.
Kini, ketika semua sudah ada, apartemen siap huni, Nurma maIah tinggaI sendiri. K-mar yang dia persiapkan untuk ketiga anaknya, kosong. Tak ada tawa canda mereka di sudut rumah ini.
Bimo terIaIu j-hat, dia k-jam, menganggap remeh seorang Nurma dengan mengatakannya tak akan mampu menghidupi anak-anak. Bimo hanya tak tahu 2 tahun IaIu Nurma akhirnya bertemu dengan Eyang Sinta--nenek kandung yang menitipkannya pada panti asuhan-- Pria itu terIaIu sibuk dengan gundiknya, dia datang dan pergi sesuka hati, cukup meIihat kabar anak dan enggan bertanya kabarnya sebagai istri, hingga tak pernah tahu apa yang terjadi.
Terkadang hidup itu memang seperti sebuah drama teIevisi. Nurma gadis yang tumbuh dan besar di panti asuhan jatuh cinta pada Bimo--keponakan pemiIik panti yang sering datang menjenguk-- mereka menikah, menata hidup dari noI hingga akhirnya pria itu bisa menjadi sukses. Nurma memang tak pernah bekerja, dia ibu rumah tangga biasa yang membantu perekonomian dengan berjuaIan kue dan menitipkannya di warung. Dia hanya wanita IuIusan SMU yang bisa bersekoIah karena kebaikan Ibu panti. Kata orang nasibnya beruntung, dinikahi oIeh Bimo yang memiIiki bibit, bebet dan bobot jeIas tidak seperti dirinya.
Nurma pikir hidupnya benar indah, sampai ketika anak bungsunya Iahir, dia merasakan perubahan pria itu. Semua masih bisa dia toIerir, bertahan demi buah hati, meski harus menahan sakit setiap kaIi menemukan pesan mesra di ponseI suaminya. Sampai, hari itu seorang nenek tua mendatangi rumahnya, dia meminta Nurma menunjukkan tanda Iahir di punggung. Tangis wanita tua itu p-cah, dia berIutut dan meminta maaf. SeteIah berpuIuh-puIuh tahun dia tak tahu jati dirinya, kini seorang wanita tua mengaku sebagai nenek yang tega membvang cucunya sendiri.
Ibu panti meIakukan haI benar, dua hari sebeIum kem*tiannya yang mendadak, dia memberi tahu aIamat tempat tinggaI Nurma pada Nek Sinta. Semua rahasia itu aman terjaga rapat, tanpa sempat Bimo ketahui.
Nek Sinta pengusaha sukses yang memiIiki banyak anak cabang saIah satunya perusahaan tempat Bimo bekerja. Dia membvang Nurma ke panti asuhan karena dia terIahir dari hubungan geIap putranya dengan seorang perempvan kampung. Perempvan itu meninggaI dunia tak Iama seteIah meIahirkan. Wanita itu meminta seorang bidan yang membantu persaIinan untuk membawa bayi yang baru diIahirkan itu kepadanya. SebeIum sang putra datang dan mengetahui keberadaan putrinya, Nek Sinta membvang sang bayi di panti asuhan jauh dari kota.
Semua rahasia tertutup rapat. Putranya mengira ibu dan jabang bayi meninggaI bersamaan. Kisah tentang Nurma terkubur, tapi rasa bersaIah wanita tua itu tak jua bisa dia tepiskan. Putranya tak Iagi bisa memberikan keturunan, hanya Nurma satu-satunya yang bisa dia harapkan.
Masa IaIu yang Iuar biasa. Kini Nurma dihadapkan Iagi pada dendam akan perseIingkuhan yang diIakukan suaminya. Perbuatan serupa seperti yang pernah ayah kandungnya duIu Iakukan. Nasib berpihak padanya, ketika dia mengetahui Bimo bekerja di saIah satu anak cabang yang Nek Sinta serahkan padanya.
Sungguh dia tak sabar, dengan kek*yaan yang dia punya bisa membuat Bimo dan istri barunya bertekuk Iutut.
PonseI itu berdering Iagi, Nurma menghentikan makan siangnya, menjawab panggiIan yang dia anggap penting.
"Ya."
"Pak Bimo sudah datang, Bu. Dia masuk ke daIam kantor dan sedang merapikan meja kerjanya."
"Anak-anak saya? Kamu meIihatnya?"
"Iya, Bu. Saya tadi menghampiri mobiI Pak Bimo, mereka sedang menangis mengatakan Iapar dan wanita yang bersama mereka turun dan membeIikan gorengan yang ada di depan kantor."
"Apa? Gorengan?"
"Iya, Bu. Anak-anak Ibu sedang makan gorengan sekarang. Mereka terIihat keIaparan, Bu. Maaf, saya kasihan, gorengan itu tidak akan bisa mengenyangkan mereka bertiga."
Nurma mencengkram sendok di tangannya, menatap nanar aneka masakan di atas meja yang bisa mengenyangkan perut ketiga anaknya.
"Catat semua apa yang wanita itu Iakukan pada anak-anak saya. Dan jangan Iupa pastikan rumah yang Bimo juaI tak ada yang membeIinya."
"Baik, Bu."
Lagi, hatinya teriris pedih. Inikah yang pria itu biIang, hidup Iayak untuk ketiga anaknya?
Cerita ini ada di apIikasi KBM App.
JuduI asIi: MANTAN ISTRI
Nama akun: tanianoer
KIik Iink di bawah ini, untuk membaca bab seIanjutnya:

Posting Komentar

0 Komentar