Sahabat IKBS Rahimahullah..
Kisah nasehat (Kisna) kali ini akan berbagi cerita tentang akibat serakah pada Harta Warisan, mendapat azab sengsara di hari tua.
Yuuk simak aja kisahnya dibawah ini:
Mendapatkan
amanah untuk membagikan warisan tidak dijalankan dengan betuk oleh Samad (bukan
nama sebenarnya). Terbukti, ketika orang tuanya meninggal, warisan yang
seharusnya dibagi dengan saudaranya yang lain justru dia habiskan sendiri.
Nauzubillahi min zalik, ketika memasuki masa tua, ia pun menderita dan
telantar. Inikah peringatan dari Allah untuknya di dunia? Berikut kisahnya.
Sengsara di hari tua, karena serakah harta warisan |
Samad
merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Keluarganya termasuk keluarga yang
mampu dan memiliki beberapa petak sawah di desanya. Keluarga Samad tinggal di
sebuth desa di Kabupaten Mojokerto. Seluruh saudaranya sudah menikah dan
tinggal terpisah dari Samad dan orang tuanya.
Sejak
masih kecil, Samad sudah menjadi anak yatim. Ia dan saudaranya yang lain
dibesarkan oleh ibunya yang bekerja sebagai petani. Kebetulan, ibu Samad
memiliki sawah yang cukup luas. Ibunya membutuhkan bantuan untuk mengelola
sawah tersebut agar bisa dimanfaatkan dengan baik, dan menjadi sumber
kehidupan.
Setiap
musim panen padi, sawah milik keluarga Samad bisa menghasilkan puluhan ton
padi. Kemudian diolah menjadi beras, dan dijual kepada tengkulak. Melihat hasil
yang cukup untuk menghidupi keluarga, Samad tertarik untuk ikut mengelola sawah
milik orang tuanya. Padahal sebelumnya ia hanya sibuk dengan pekerjaan yang
dijalaninya di perusahaan. Setelah berkeluarga dan memiliki seorang anak, ia
memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan ikut mengelola sawah.
Orang
tuanya tidak merasa keberatan, bahkan saudaranya yang lain juga mendukung.
Tujuannya agar ada penerus keluarga yang menjadi petani. Pertama mengolah
sawah, ia sukses. Panen yang diperolehnya melimpah, bahkan tidak hanya ditanami
padi, namun juga dikombinasi dengan kolam ikan disamping sawah.
“Saat
dikelola oleh Samad, sawahnya itu panen banyak. Terus dikembangkan lagi untuk
kolam ikan. Itupun juga berhasil,” ungkap salah satu tetangganya yang tidak mau
disebutkan namanya.
BERSIFAT EGOIS
Samad
merasa sangat berhasil dan tidak membutuhkan saudaranya yang lain untuk
mengelola sawah yang selama ini sudah dipercayakan oleh orang tuanya kepada
Samad. Seluruh keluarganya tidak diizinkan untuk ikut campur mengenai
pengelolah sawah. Mereka hanya diberikan hasil keuntungan saja ketika panen
berlangsung.
Hasil
yang diterima saudaranya tentu tidak sebanding dengan yang diterima oleh Samad.
Alasannya karena ia yang mengelolah sejak awal hingga akhir.
Setelah
semua saudaranya sudah menikah dan mempunyai kehidupan masing-masing, ia pun
mulai menunjukkan sisi egosismenya. Ibunya yang sudah berusia lanjut tidak
diperbolehkan untuk pindah ke rumah saudaranya yang lain.
Samad
meminta jatah rumah yang ditempatinya kini bersama dengan ibunya dengan alasan,
ia yang merawatnya selama ini. Padahal ibunya juga jarang diperhatikan. Kadang
ketika ibunya sakit, ia hanya membelikan obat saja tanpa membawa dan
memeriksakannya ke dokter.
“Kalau
ibu pingin menginap ke saudaranya yang lain tiu tidak dibolehkan. Padahal
saudaranya yang lain juga ingin merawat ibunya. Ketika saudaranya datang, ia
jarang membukaan pintu, dan beralasan sibuk mengolah sawah. Padahal ibunya ada
di dalam,” tambahnya.
Sifat
egoisnya mulai terlihat, dan semakin terasa bahwa Samad ingin menguasai sendiri
apa yang dimiliki oleh orang tuanya dulu. Ia tidak ingin membaginya kepada
saudaranya yang lain. hal ini terlihat dari sikapnya yang mulai tidak
memperdulikan saudaranya yang lain.
Akhirnya
keempat saudaranya memilih untuk jarang mengunjungi ibunya, karena selalu tidak
mendapatkan izin dari Samad.
loading...
Sebelum
meninggal, ibunya sempat berpesan kepadanya dan saudaranya yang lain agar sawah
yang menjadi peninggalan orang tuanya dibagi rata berdasarkan Islam. Hal ini
sudah tertera dalam surat warisan yang dibuat oleh ibunya dan ayahnya dulu.
Tidak berapa lama setelah memerintahkan Samad untuk membagikan warisan kepada
saudaranya yang lain. Ibunya meninggal, karena sakit yang dideritanya sejak
lama.
Seluruh
saudaranya diberitahu mengenai kabar duka ini. Namun Samad tidak memberitahukan
bahwa saudaranya yang lain mendapatkan warisan sawah.
Jatah
warisan itu mereka dikelola sendiri oleh Samad. Sementara saudaranya yang lain
tidak pernah menanyakan dan jarang mengunjungi Samad karena kesibukan
masing-masing. Seluruh saudaranya kini tinggal di luar kota, dan sudah tidak
bergantung dengan ‘jatah’ tahunan panen dari Samad. Saudaranya juga tidak
menanyakan mengenai warisan.
Samad
menikmati sendiri warisan tersebut dengan anak-anaknya. Sebenarnya anak-anaknya
juga sudah mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh Samad itu adalah salah,
tapi mereka menikmatinya. Tidak selamanya kecurangan yang dilakukan oleh Samad
berbuah manis.
MULAI BANGKRUT
Perlahan
sawah yang dikelolanya mengalami gagal panen. entah itu serangan dari hama atau
akibat dari cuaca buruk yang menyerang. Perlahan hasil panen menurun, dan untuk
melakukan pembibitan lagi, ia harus utang ke koperasi atau bank setempat.
Kemudian
anaknya juga tidak ada yang membantu keuangan Samad. Mereka beralasan mempunyai
kebutuhan sendiri-sendiri.
Tahun
ke tahun Samad mengalami kerugian. Uang hasil panen hanya bisa untuk membayar
utang saja. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, kadang ia utang kepada
saudaranya. Sampai saat ini saudaranya juga tidak mengetahui bahwa sebenarnya
mereka mendapatkan warisan dari kedua orang tuanya yang hanya dinikmati oleh
Samad.
Tapi
ia merasa malu dan takut kepada saudaranya karena ia sudah mengambil hak
saudaranya. Istrinya meninggal karena kecelakaan, sementara anak-anaknya sudah
berumah tangga. Masa tua Samad berubah drastis. Ia kini menjadi seseorang yang
tidak mendapatkan perhatian dari keluarganya.
Takdir
Allah berkehendak lain, seluruh harta kekayaan yang dimilikinya dulu habis
untuk biaya pengobatannya dan kebutuhan sehari-hari. Sawahnya ikut terjual
tanpa persetujuan dari saudaranya yang lain. Saudaranya merasa tidak dilibatkan
dan menjauh dari kehidupan Samad. Yang menerima uang penjualan sawah hanyalah
anak-anak Samad.
Kini
ia bangkrut dan jatuh miskin. Anaknya tidak peduli, dan ia hanya tinggal
sendiri di rumah yang kecil dan berada di tengah sawah. Tubuhnya yang ringkih
sering mengalami sakit-sakitan. Beberapa warga yang kasihan terhadap Samad
terkadang memberikan makanan, karena ia sudah jauh dari anak-anak dan
saudaranya.
“Seperti
ia menyesal, karena terkadang ia menangis sendiri di depan rumahnya. Tapi ia
juga tidak berani untuk bilang kepada saudaranya yang lain, karena sudah
mendzalimi mereka. Semoga kelak Samad bisa mendapatkan ketenangan,” harapnya.
Kini
Samad hanya tinggal seorang diri. Mass tua yang seharusnya ia jalani bersama
keluarga justru membuatnya kehilangan semuanya akibat keserakahan Samad yang
ingin menguasai sendiri harta warisan orang tuanya.
Semoga bermanfaat..
Semoga bermanfaat..
link sumber: http://jadzab.com/2018/07/serakah-harta-warisan-sengsara-di-hari-tua-naudzubillah-min-dzalik.html
0 Komentar