Kami yang mereka hina

 Kami yang mereka hina


"Dek" panggil Rudi saat membuka pintu kamar, Maya yang tengah termenung menatap wajah Andi

"Mas, kenapa lama sekali?" Tanyanya sambil mencium tangan
"Iyah toko bapak selalu ramai, tadi ada barang masuk. Pegawai belum ada yang datang, jadi Mas bantu-bantu dulu" jelasnya membuat Mata mengerti
"Kamu belum makan kan? Mas bawakan nasi kuning dan bubur untuk Andi"
"Hah? Bener Mas, kamu belikan nasi kuning dan bubur"
"Iyah, ayok kita makan bareng"
"Ayok, dibawah aja ya?"
Maya mengangguk, keduanya dengan sigap mengambil posisi duduk saling berhadapan
"Kok Mas Rudi cuman nasinya aja? Kenapa gak pakai lauk?" Tanyanya aneh saat melihat bagian sang suami
"Gapapa, Mas cuman pengen nasi aja. Soalnya kenyang pas sarapan tadi sama bapak"

"Bener? Kamu gak bohongkan?" Tanya Maya sedikit tak percaya
"Bener, udah ayo makan. Jangan lupa baca doa" ucapnya langsung berdoa bersama
"Eh tunggu Mas, kita makannya berdua aja gimana? Satuin, aku pengen makan sama Mas Rudi" usulnya langsung mengatur porsi miliknya agar bercampur dengan milik Rudi
"Padahal gakusah dek"
"Gapapa, kan udah lama gak gini. Seneng banget bisa makan berdua sama suami" jelasnya langsung melahap makanan didepannya
"Enak banget Dek? Kamu sampai lahap begini" tanya Rudi yang sedikit heran melihat cara makan istrinya
"Enak mas, enak banget. Mungkin juga karena aku lapar, jadi lahap. Ayo Mas Rudi juga harus makan" ajaknya dijawab anggukan
Beberapa saat setelahnya mereka akhirnya selesai, Andi pun ikut terbangun.
"Kayaknya Andi lapar, biar dia makan dulu Dek"
"Iya Mas, tapi tolong ambilkan Mangkuknya Mas"
"Oh iya sebentar"
Rudi pergi keluar kamar, dan bergegas ke dapur
"Mau apa Rud, ambil mangkuk?" Tanya Sumi saat mereka berpapasan
"Nasi di magic com itu untuk bapakmu,
"Ibu tenang saja, aku gak akan minta nasi di sana!" Ketusnya seraya berlalu dengan tangan mengepal
"Eh Rud, bapakmu berpesan sore nanti akan ada acara aqiqahan di rumah bude Lina, kamu harus ikut katanya" teriaknya tapi tak dijawab
"Dasar gak punya sopan santun kamu Rudi, ibu bicara tapi gak di dengar" ucap Agus yang memperhatikan mereka dari ruang tengah
"Ini Dek, cepat suapi Andi" ucapnya ketika sampai
Istrinya itu mengangguk dan segera menuangkan bubur sambil sesekali menatap ke arah Andi yang masih diam, anaknya itu memang jarang bicara.
Karena sakit juga, ia lebih banyak diam biasanya dia akan sangat aktif bermain
Sementara Maya menyuapinya makan, Rudi menyapu kamar. Dan membawa cucian kotor ke belakang
"Aa nyuci?" Tanya Asa saat kakaknya itu membawa cucian dan memasukannya kedalam mesin
"Iya" jawabnya singkat
"Ketus amat a" ucapnya kesal tapi Rudi tak peduli, ia masih teringat kejadian saat istrinya dipermalukan tadi oleh ibu dan saudara-saudaranya
Mengingat itu, tiba-tiba hatinya merasa bersalah. Kenapa tadi ia malah pergi dan tak menanyakan keadaan Maya, ia yakin meskipun istrinya terlihat baik-baik saja, dalam hatinya ia memendam luka
"Enak bener ya Kak Maya, suami dijadiin pembantu. Aa lupa kata ibu? Laki-laki itu tak boleh memegang pekerjaan rumah"
"Ini kemauanku, bukan istriku. Sudah sana, ganggu aja, aku mau nyuci. Ingat ya Asa, kamu mau berbicara buruk tentang istriku juga aku tak akan terpengaruh, dia hidupku"
"Halah bucin kamu a" sewotnya sambil pergi dengan kaki yang di hentak-hentakkan
Brak!
"Astagfirullah, ada apa Asa?" Tanya Maya saat pintu kamar dibuka keras, sontak saja ia langsung melihat Andi takutnya ia terkejut
"Kamu jadi bikin bubur Mbak?" Tanyanya saat melihat Maya memegang mangkuk
"Iyah"
"Kamu kok gaktahu malu sih? Bukannya tadi kata ibu gak usah bikin, beras dirumah ini jadi...
"Ini beli bukan bikin!" Potongnya cepat, membuat Asa terhenti
"Jangan bohong! Kapan kau keluar? Dasar pembohong!"
"Aku gak bohong, Kakakmu yang beli. Aku juga sadar diri kalau tak diperbolehkan memakai beras dirumah ini"
"Kalau kau tak percaya, lihat saja itu. Ada sterofoam untuk tempat bubur ini" jelasnya lagi menunjuk pada meja
"Baiklah aku percaya, oh iya aku kesini mau tanya. Kok kamu bisa-bisanya sih nyuruh kakakku nyuci?"
"Emangnya kenapa? Salah?
"Tentu salah!" Sahut seseorang dari arah belakang
"Denger tuh kata teh Lita"
"Kamu ini perempuan macam apa sih? Kakakku itu sudah haru cari rongsok, ditambah harus mengerjakan pekerjaan rumah"
"Aku gak nyuruh, dia yang mau"
"Halah banyak alasan! Aku gak terima ya, kakakku harus nyuci, aku juga tak pernah menyuruh suamiku seperti itu"
"Tapi itu bukan atas kemauannya, kenapa sih kalian terus-terusan menyalahkanku?"
"Ya iyalah kau yang salah, semenjak kakakku memutuskan menikah denganmu. Hidupnya yang paling susah diantara kami"
"Betul itu, gara-gara kepincut kamu yang padahal cantiknya gak seberapa dia sampai tak mau melanjutkan sekolah dan malah menikahimu!"
"Itu pilihanku!" Sahut Rudi dari arah belakang
Lelaki itu menghampiri mereka,
"Jangan ganggu istriku, pergi!" Usirnya membuat Lita dan Asa menatap sinis pada Maya
"Ini juga mau pergi, kami tak Sudi bicara lama-lama sama orang miskin!"
"miskin, miskin, suatu saat nanti aku dan suamiku juga akan kaya" Jawab Maya emosi
Mendengar itu semua Lita dan Asa berpandangan sontak saja mereka tertawa
"Mbak, mbak, kalau mimpi itu jangan ketinggian. Itu bagai pungguk merindukan rembulan" Jawab Asa kembali tertawa
"Betul itu, artinya GAK MUNGKIN!" Teriak Lita sambil meledek
"Mungkin!" Jawab Rudi membuat kedua adiknya langsung terdiam, lelaki itu mendekat
"Kalau Allah sudah berkehendak aku kaya, itu pasti akan terjadi"
"Haduh Rudi, Rudi, berhentilah mengkhayal. Kerjaanmu saja merongsok. Mana mungkin kau bisa jadi kaya" sahut Agus yang datang dari arah belakang
"Betul itu, udahlah aku mau ngerjain tugas kuliah." Ucap Asa berlalu diikuti Lita dan Agus
Sebelum benar-benar pergi ia melirik ke arah Rudi sambil menggelengkan kepalanya
"CK, Orang miskin mimpi jadi kaya" gumamnya terkekeh membuat Rudi mengepalkan tangannya
Ia melirik Maya yang mengusap ujung matanya,
"Sampai kapan mereka akan menghina kita Mas? Apakah jadi miskin benar-benar hina?" Tanyanya dengan dada yang terasa sesak
"Kamu tenang saja dek, mulai besok kita tak akan jadi miskin lagi" jawab Rudi membuat Maya mengeryit
"Maksud Mas?" Tanyanya tak mengerti
"Bersiaplah, besok kita akan jadi kaya" jawabnya menggebu, keputusannya sudah bulat, inilah saat yang tepat untuk menggunakan cek yang tadi pagi ia terima.
Allah sudah memberikannya jalan dan hari ini ia akan menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin.

Posting Komentar

0 Komentar